Akun Forensik & Audit Investigatif

1. Komparasi anti agencies negara Korea Selatan dan Singapura, lalu bandingkan dengan negara Indonesia

Jawab :

Indonesia

Permasalahan korupsi di Indonesia, korupsi terjadi karena adanya sumber dana untuk melakukan pembangunan baik di pusat maupun di daerah yang mana salah satunya melalui tender pengadaan barang dan jasa. Praktek penyuapan kerap terjadi dalam pengadaan barang dan jasa tersebut bukan saja kepada pejabat publik untuk memenangkan tender tersebut tetapi juga kepada sesama pihak di sektor privat. Penyuapan tersebut antara lain perusahaan pemenang tender membayar rekanannya untuk mengerjakan pekerjaan yang ditenderkan tersebut. Selain itu juga terjadi kolusi dan praktek curang lainnya adalah adanya pembatasan jumlah peserta tender dan upaya mempersulit masuknya peserta tender lainnya, kesepakatan antar peserta tender dalam menentukan pemenang tender secara bergantian serta kartel dalam menentuka harga barang dan jasa. Hal ini membawa dampak negatif dimana kualitas barang dan jasa yang dihasilkan buruk dan tidak sesuai dengan nilai tender.

Anatomi permasalahan ini sama seperti yang dialami oleh Malaysia. Oleh karenanya kriminalisasi penyuapan di sektor privat perlu dilakukan sebagai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia secara komprehensif. Saat ini usaha untuk menanggulangi korupsi di sektor privat di Indonesia tidak hanya dilakukan melalui sarana penal tetapi juga sarana non penal. Indonesia ketentuan mengenai penyuapan di sektor privat dibuat bukan sebagai bagian UU Tipikor dan tujuan perumusannya bukan untuk menanggulangi tindak pidana korupsi, akibatnya UU Suap tidak dimasukan dalam penilaian penerapan UNCAC. KPK yang hanya dapat melakukan melakukan pencegahan dan penindakan atas tindak pidana korupsi di sektor publik.

Singapura

Bagi Singapura korupsi di sektor publik bukan menjadi permasalahan utama melainkan perilaku korup yang dilakukan oleh sektor privat termasuk perilaku penyuapan yang dilakukan antar sektor privat. Hal ini akan merusak iklim investasi di Singapura dan merusak kepercayaan publik terhadap sektor privat terutama yang memberikan pelayanan publik. Bagi Singapura yang merupakan negara dengan sistem hukum common law system, pembentukan hukum bersumber dari putusan-putusan pengadilan yang menjadi yurispudensi dan selain itu pembentukan hukum juga dilakukan melalui undang-undang. Pada undang-undang di Singapura tidak perbedaan antara suap dan gratifikasi. Istilah gratifikasi dipergunakan untuk penyuapan namun dengan lingkup yang berbeda.

Gratifikasi dalam undang-undang Singapura meliputi uang, hadiah, pembayaran, pinjaman, pembayaran utang dan kewajiban lainnya, komisi, produk sekuritas yang bernilai, properti, benda bergerak maupun tidak bergerak, hubungan kerja, pekerjaan, perjanjian, pelayanan dan keuntungan lainnya baik berupa perlindungan dari hukuman dan kewajiban untuk menghadiri proses hukum dan kode etik disiplin atau lainnya yang dapat dipandang sebagai gratifikasi. CPIB dan MACC merupakan lembaga anti korupsi Singapura yang memiliki fungsi pencegahan dan penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi seperti KPK namun dengan ruang lingkup yang berbeda. CIPB dan MACC memiliki ruang lingkup terhadap tindak pidana korupsi termasuk untuk melakukan pencegahan dan penindakan atas perkara penyuapan di sektor privat.

Korea Selatan

Korea Selatan yang permasalahan korupsi masih mencangkup korupsi di sektor publik dan sektor privat. Di Korea Selatan, perkembangan dan pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari korupsi yang terintegrasi melalui hubungan antara pejabat pemerintah, institusi keuangan dan konglomerasi. Pemberian gratifikasi berupa makan, minuman mahal dan fasilitas golf telah menjadi bagian penting dalam kegiatan bisnis dan hal tersebut menjadi sarana untuk membangun hubungan antara pebisnis, pejabat pemerintah dan jurnalis yang mana ini dipandang menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi di Korea Selatan. Korea Selatan yang merupakan negara dengan sistem hukum civil law system pembentukan hukum dilakukan melalui undang-undang yang terkodifikasi dan yurispudensi sebagai tambahan. Korea Selatan yang masih membedakan antara delik penyuapan dengan gratifikasi. Dalam Korean Penal Code, 1995 suap meliputi benda, uang ataupun keuntungan lainnya sedangkan dalam the Aggravation of Punishment of Specific Economic Crimes Act suap diidentifikasikan sebagai manfaat ekonomi yang diartikan luas termasuk segala sesuatu yang berharga termasuk uang, hadiah dan perjalanan wisata namun tidak ditentukan batasan minimal dan maksimalnya. Pengaturan gratifikasi terbaru diatur dalam Kim Young-ran Act, 2016 yang mengatur mengenai jumlah maksimal penerimaan gratifikasi yaitu satu juta Korea Won untuk satu kali kesempatan dan maksimal tiga juta Korea Won untuk satu tahun.

Dalam undang-undang ini juga diperjelas pengertian keuntungan sebagai salah satu bentuk gratifikikasi yang meliputi saham, properti, keanggotaan, kupon diskon, tiket, makanan, minuman, hiburan, golf, akomodasi, transportasi, membebaskan kewajiban hutang, menyediakan lapangan kerja, pemberian hak konsesi dan setiap berwujud atau tidak berwujud yang memiliki manfaat ekonomi. Undangundang ini lahir sebagai reaksi atas ketidakberhasilan undang-undang yang ada dalam menindak praktek pemberian suap dan gratifikasi yang telah menjadi kebiasaan dalam berbisnis dan berpolitik. Oleh karenanya undang-undang ini tidak hanya ditujukan kepada pegawai negeri namun juga meliputi institusi pelayanan publik seperti perbankan, tenaga pengajar, jurnalis, reporter dan karyawan media massa. Korea Selatan masih membedakan gratifikasi dengan suap akan tetapi hal ini ternyata yang masih menjadi celah dan membuat perumusan delik ini menjadi tidak efektif dan pragmatis. . Di Korea Selatan, ACRC merupakan lembaga anti korupsi yang berfungsi untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi di sektor publik dan untuk penegakan hukum atas tindak pidana korupsi termasuk penyuapan di sektor privat dilakukan oleh lembaga penegak hukum biasa.

 2. Apakah hukumnya (terkait korupsi) yang ditakuti oleh warga negara Korea Selatan dan Singapura? atau karena sanksinya yang tegas, yang menyebabkan mereka takut?

Singapura

1.   Terdapat dua pasal dalam Pasal 2 (Pasal 5) UU Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 6 UU Pencegahan Tindak Pidana Korupsi, yaitu pidana paling lama 5 tahun (lima tahun) dan pidana pidana paling lama untuk tindak pidana di bawah 7 tahun ( tujuh tahun). Jika terjadi korupsi atau penyuapan sesuai dengan Pasal 5 dan 6 UU Tipikor sehubungan dengan kontrak antara sektor swasta dan pemerintah serta badan / lembaga publik, denda pidana akan dinaikkan menjadi US $ 100.000 atau hingga US $ 7 (7).) Pemenjaraan berlaku. Pasal 10 sampai 12 dari "Undang-Undang Pencegahan Korupsi" mengatur penyuapan untuk pekerjaan, layanan, kinerja atau penyerahan kontrak, bahan atau barang yang ditandatangani dengan pemerintah atau departemen atau badan pemerintah.

2.   Selain itu pada Pasal 32 ayat (2) Prevention of Corruption Act jua mengatur mengenai gratifikasi, bila seseorang pejabat publik mendapat anugerah  gratifikasi namun  menangkap si pemberi itu & membawa ke tempat kerja polisi terdekat tanpa alasan yg bisa diterima akal, diancam menggunakan pidana hukuman  paling banyak $ 5,000 atau pidana penjara paling usang   6 (enam) bulan atau keduanya.

Selatan

Di 'Negeri Ginseng' itu para pelaku korupsi akan mendapatkan sanksi sosial yang luar biasa. Mereka akan dikucilkan oleh masyarakat bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Salah satu contohnya adalah mantan presiden Korsel, Roh Moo Hyun. Karena dikucilkan keluarganya dan tidak kuat menahan rasa malu atas kasus korupsi yang menjeratnya, ia memilih bunuh diri dengan lompat dari tebing.

Sumber : Vidya Prahassacitta Jurnal Hukum & Pembangunan 47 No. 4 (2017): 396-420 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inquiry Letter

Tugas Akun Forensik & Audit Investigatif